Selasa, 21 Februari 2017

Posisi As-Sunnah Terhadap Al-Qur’an Ditinjau dari Sisi Penetapan Hukum Syara’

Penulis: Muhammad Abduh Al-Banjary

Ditinjau dari sisi penetapan hukum syara’, terdapat tiga posisi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an, yaitu:

1. As-Sunnah menyetujui dan mendukung hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Di posisi pertama ini, hukum bersumber dari dua dalil, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalil yang menetapkan berasal dari Al-Qur’an, dan dalil yang mendukung dari As-Sunnah.
Beberapa hukum syara’ yang bisa disebutkan sebagai contoh misalnya adalah perintah mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji, serta larangan berbuat syirik kepada Allah, bersaksi palsu, durhaka kepada dua orangtua, membunuh jiwa tanpa haq, serta perintah dan larangan lainnya. Semuanya ditetapkan oleh ayat Al-Qur’an dan didukung oleh Sunnah Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. As-Sunnah merincikan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, menafsirkan yang mujmal, mentaqyid yang mutlaq, dan mentakhshish yang ‘am.
Di posisi kedua ini, As-Sunnah melakukan tafsir, taqyid dan takhshish ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an. Fungsi ini selaras dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah an-Nahl ayat 44, “wa anzalnaa ilaykadz dzikra litubayyina lin-naasi maa nuzzila ilayhim”.
Sebagai contoh, Al-Qur’an menyebutkan perintah shalat namun tidak menyebutkan jumlah raka’at shalat, memerintahkan zakat namun tidak menjelaskan ukuran dan jenis-jenis harta yang dizakatkan, memerintahkan berhaji namun tidak menjelaskan tatacaranya secara spesifik. Sunnah ‘amaliyah dan qauliyah dari Nabi lah yang menjelaskannya secara terperinci.
Demikian juga, dalam Al-Qur’an, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dan As-Sunnah menjelaskan jual beli yang sah dan yang fasad, serta menjelaskan macam-macam riba yang diharamkan. Allah ta’ala dalam Al-Qur’an mengharamkan kita memakan bangkai, dan As-Sunnah menjelaskan bahwa maksudnya adalah bangkai selain bangkai hewan laut. Dan seterusnya.

3. As-Sunnah menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Di posisi ketiga ini, hukum syara’ ditetapkan oleh As-Sunnah, dan tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Contoh hukum syara’ di bagian ini adalah haramnya menggabungkan seorang perempuan dengan bibinya (pihak ayah maupun pihak ibu) sebagai istri, keharaman memakan binatang buas yang memiliki taring dan burung yang memiliki cakar, keharaman memakai sutra dan memakai cincin dari emas bagi laki-laki, dan seterusnya.

kunjungi tafaqquh.com untuk mengetahui lebih banyak hal tentang Fiqh.